Ini Penilaian KPPA Aceh
Terkait Kekerasan Seksual

MEDIAACEH.COM - Wakil Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh, Ayu Ningsih menyatakan bahwa Aceh sudah layak dinyatakan darurat seksual menyusul kasusnya telah mencapai 1.463 kasus.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut terjadi sejak tahun 2017 sampai dengan 2021,” kata Ayu di Banda Aceh, Jumat.
Ia menjelaskan dari segi regulasi dan implementasi, terdapat dua hukum yang diberlakukan pada tahun 2021 ke bawah di Aceh untuk mengadili pelaku kekerasan seksual terhadap anak, yaitu Qanun Jinayat dan UU Perlindungan Anak.
"Satu sisi, ada UU Perlindungan Anak yang diterapkan untuk pelaku tapi di sisi yang lain itu juga ada Qanun Jinayah," katanya.
Menurut dia dualisme hukum tersebut selesai pada tahun 2020 karena lahir PERMA Nomor 1 Tahun 2019 dari Mahkamah Agung yang memberlakukan satu aturan hukum.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa jika ada 10 perkara jinayah, dasar hukum yang digunakan adalah Qanun Jinayah tidak boleh yang lain.
Menurut dia, penerapan Qanun Jinayat untuk pelaku kekerasan seksual belum sepenuhnya dapat memberikan efek jera kepada pelaku. Penerapan Qanun Jinayat juga belum mampu melindungi korban pelecehan seksual.
"Setelah dicambuk misalnya, pelaku langsung kembali ke rumahnya yang juga merupakan orang atau tetangga atau orang yang dikenal oleh korban,” katanya.
Ia menambahkan salah satu isi dari peraturan tersebut menetapkan bahwa pelaku kekerasan seksual tidak boleh di cambuk, tapi harus di penjara, KPPA Aceh menemukan lima kasus pelaku kekerasan seksual dibebaskan dari hukuman penjara, denda, ataupun cambuk.
KPPA Aceh mengusulkan agar Qanun Jinayah pasal 47 dan 50 agar dicabut saja dan kewenangan hukum dikembalikan ke pengadilan negeri atau UU Perlindungan Anak.
"Kita mengusulkan untuk mencabut saja dengan membuat ini kenapa harus dicabut kenapa harus dikembalikan ke kewenangan pengadilan negeri gitu, kenapa harus dikembalikan ke UUPA, itu sudah ada beberapa yang kita sudah lakukan kajian, dan itu juga akan kita serahkan ke komisi I DPRA untuk perkuat supaya dua pasal itu dicabut,” demikian Ayu.[]
Komentar