Peusaba Kecam DPRK Banda Aceh

BANDA ACEH - Ketua Komunitas Peubeudoh Sejarah, Adat dan Budaya (Peusaba) Aceh Mawardi Usman, mengecam dan mengaku kecewa dengan sikap Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh.
Pasalnya, mereka (DPRK) sudah bertahun-tahun sengaja memperlambat pembahasan dan pengesahan Rancangan Qanun Situs Sejarah dan Cagar Budaya, padahal Naskah Akademik dan Rancangan Qanun tersebut sudah ada sejak tahun 2017, namun bertahun-tahun tidak mau disahkan.
"DPRK Banda Aceh hanya mengundang para sejarawan dan pegiat Sejarah bukan untuk membahas Qanun, namun malah ingin melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande dan melanjutkan proyek pembuangan tinja di makam ulama yang menghancurkan situs sejarah Aceh." ujar Mawardi Usman. Rabu 16 Juni 2021.
Sambungnya, Ketua Peusaba Aceh mendapatkan Informasi dari ahli sejarah dan kawan-kawan pegiat sejarah Informasi A1, bahwa undangan dari DPRK dan Pemko hanya kamuflase dan jebakan agar Pemko Banda Aceh dapat melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande, sehingga banyak pegiat sejarah enggan hadir karena tahu agenda DPRK dan Pemko untuk melanjutkan Proyek IPAL Di Gampong Pande.
Dalam hal tersebut, sedangkan para Ulama, sejarawan ahli sejarah, serta masyarakat faksi garis keras pelindung situs sejarah tidak pernah diundang sama sekali baik oleh Pemko maupun DPRK, karena bisa menggagalkan rencana Pemko dan DPRK Banda Aceh yang gigih melanjutkan proyek IPAL untuk memusnahkan situs sejarah Islam di Gampong Pande.
Dalam data yang didapatkan beberapa kali rapat pertemuan dengan para pegiat sejarah di kantor DPRK Banda Aceh, pihak Pemko dan DPRK tidak mau menghentikan proyek IPAL, sebab proyek IPAL adalah proyek Loan ADB yang langsung dipimpin oleh Konsultan Belanda.
Bahkan Informasi akurat, Pemko akan memperluas lahan disamping Kherkof agar dapat digunakan untuk upacara militer Belanda jika berkunjung ke Aceh. Sebab Belanda masih mengklaim bahwa Kherkof adalah tanah milik Belanda. Kherkof bahkan direncanakan oleh Pemko menjadi warisan budaya dunia di Unesco.
Beberapa kali pertemuan dengan para sejarawan dan pegiat sejarah hampir tidak ada titik temu, pihak DPRK dan Pemko Banda Aceh selalu menghina sejarah Aceh, bahkan dalam pertemuan hampir saja perkelahian satu lawan satu jika tidak dicegah oleh para Ulama. Sebab Pemko Banda Aceh dan DPRK lagee jih merasa droe Aneuk cucoe Belanda yak bela Nek di peuhancoe makam Ulama Aceh.
Peusaba tidak berperangsangka buruk hanya ingin mempertanyakan kejelasan tentang apa yang ingin dicapai oleh DPRK Banda Aceh dan Pemko terkait Qanun Cagar Budaya.
Pada perang Aceh zaman dahulu memang ada beberapa Belanda yang kemudian menikah dengan wanita pribumi, kemudian anak cucunya tinggal di Aceh, dan setelah perang Belanda usai, anak cucu mereka diperlakukan dengan baik dan hormat.
Namun namanya Cucu Kafir Belanda, sebaik apapun kita bangsa Aceh tetap saja dendam kesumat mereka terhadap bangsa Aceh tidak hilang, dan berniat memusnahkan situs sejarah Kesultanan Aceh Darussalam.
"Maka rakyat Aceh wajib melawan dan mengusir keturunan kafir Belanda pulang ke negerinya. Ta usee Aneuk cucoe belanda diwoe u Nanggroe ku ih keudeh."pungkasnya[]
Komentar