Menjadi Ketua FOSMA

kami menghadap Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Utju Ali Basyah, disertai rasa khawatir jangan-jangan akan dikeluarkan dari kampus
Sayed Muhammad Husen Ketua Bidang Kaderisasi PW PII Aceh (1988-1990) dan Ketua Bidang Ekstern/Humas PW PII Aceh (1991-1992)
Akses berikutnya secara tidak langsung dari pergaulan di PII adalah menjadi Ketua Forum Silaturrahmi Mahasiswa (Fosma). Saya katakan tidak langsung, sebab kegiatan tersebut berlangsung di luar PII, namun inisiatornya senior PII. Fosma didirikan oleh aktivis kampus seperti Saleh Miftahussalam (Fakultas Ushuluddin), Saifuddin A Rasyid (Fakultas Adab), Farid Wajdi Ibrahim (Tarbiyah), Ismuhadi (Dakwah), Muhammad Yamin (FK), Azwar Abdullah (FK), dan lain-lain pada tahun 1985. Mereka semua pengurus PII tingkat komisariat dan PD PII Perguruan Tinggi. Kegiatan utama Fosma adalah menyelenggarakan Kajian Islam Sabtuan (KIS) di Mushalla KID Kampus Darussalam dengan menghadirkan para dosen UIN dan USK.
Sejak awal didirikan, saya menjadi peserta KIS. Dari kajian ini, saya mengenali narasumber dari kalangan intelektual dan ilmuan di kampus, seperti Dr Shafwan Idris, Dr Muslim Ibrahim, dan Dr Al Yasa Abubakar. Selain itu, ada juga Dr Iskandar Daoed, Dr M Hakim Nyak Phak, Drs M Hasan Basri MA, Drs A Rahman Kaoy, Maasri Sutan Bandaro, Suwardi Saidi, Azhari Murtadha, Husaini Ismail, dan lain-lain. Mereka membahas topik sesuai keahlian masing-masing dan merespon masalah-masalah aktual.
Fosma sempat dilarang oleh Rektor USK Dr Ali Basyah Amin (1987), akibat seorang peserta KIS, Samsul Ambia (Fakultas Teknik) menuding rektor telah mensyirikkan mahasiswa USK. Alasannya, kurikulum dan proses belajar mengajar di USK tidak sesuai dengan akidah dan dinul Islam. Buktinya, banyak mahasiswa USK tidak mengerjakan shalat, waktu shalat kuliah tak dihentikan, dan mahasiswi tidak menutup aurat. Dalam kuliah pun bercampur laki-laki dengan perempuan. Tak membatasi pergaulan laki-laki dan perempaun.
Lalu, Saleh Miftahussalam menyarankan, masalah ini dibahas dalam rapat pleno dan pengelolaan Forma diserakan kepada PD PII Perguaruan Tinggi. Saya dan sahabat M Adli Abdullah dipercayakan sebagai penanggungjawab Fosma. Kami sepakat, saya yang ketua dan Adli Seketaris. Selanjutnya, kami menghadap Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Utju Ali Basyah, disertai rasa khawatir jangan-jangan akan dikeluarkan dari kampus. Ternyata, Pak Utju menyambut baik permintaan Fosma supaya bisa melanjutkan pengajian Sabtuan. Ketika itu, dia minta Fosma diintegrasikan menjadi UKM Bina Mental Mahasiswa (Bintalmawa) yang tidak aktif.
Kami pun melanjutkan kembali pengajian Sabtuan yang setiap pekan itu, namun beberapa lama pelaksanaanya “diawasi” oleh pejabat Subbag Kemahasiswaan, Zulkarnain dan Zulfa. Walaupun telah menjadi UKM, namun nama Fosma tak kami hilangkan. Jadilah namanya menjadi UKM Bintalmawa Fosma. Pak Utju mengatakan, jika perlu kertas, spidol, dan lain-lain untuk pengajian silakan minta ke Subbag Mahasiswa. Kami tak menggunakan fasilitas itu, dengan maksud menjaga jarak dan khawatir narasumber dan materi pengajian nantinya diintervensi oleh rektorat USK.
Dampak positif interaksi dengan Pak Utju, kami mendapatkan dukungan untuk menyelenggarakan sunatan masal dan diizinkan penggunaan fasilitas gedung Gelanggang Mahasiswa. Kegiatan ini, dimaksudkan untuk membangun komunikasi dan mendekatkan hubungan USK dengan masyarakat beberapa kampung di sekitar kampus. Supaya kampus tak menjadi menara gading. Kami pun membentuk panitia dan dibantu dr Abdul Wahab dan dr Harmen. Satu hal sempat menegangkan pada sunatan massal tersebut, karena ada seorang anak dari Tungkop yang sedang dikhitan tiba-tiba pingsan. Syukur tidak menjadi masalah besar dan dia sehat kembali.
Selanjutnya, kami mengusulkan kegiatan Fosma yang melibatkan mahasiswa lebih banyak dari UIN dan USK. Karena itu, Fosma berhasil mengadakan aneka kegiatan Ramadhan di Kampus, Muzakarah Intelektualitas Islam (MII) dan Latihan Keterampilan Muballigh Mahasiswa (LKMM). Fosma pun semakin dikenal dikalangan aktivis PII, HMI, dan Senat Mahasiswa.
Akibat sukses pelaksanaan program Fosma ini, mulai muncul aspirasi kawan-kawan untuk memformalkan kepengurusan Fosma yang sebelumnya terkesan “di bawah tanah”, yang hanya saya dan Adli (1987-1988). Pengurus Fosma berikutnya, saya sebagai ketua dan sekretaris Zuraida Alwy (1989-1990), disertai susunan “kabinet” lengkap. Pada masa ini, kepengurusan Fosma tidak bercampur lagi antara mahasiswa UIN dan USK. Fosma juga mulai mengikuti pertemuan Nasional Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di Semarang yang diwakili Zuraida Alwy dan Syarifah Ajilah. Mulai ada inisiatif pembentukan LDK pada tingkat musalla fakultas, seperti Fakultas Hukum, MIPA, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Kedokteran.
Periode berikutnya, ketua Fosma masih dijabat oleh aktivis PII, yaitu Ridwan Nurdin (Fakultas Ekonomi), namun pada masa ini kawan-kawan PII mulai sibuk dengan konsolidasi pengkaderan “bawah tanah” dan sahabat PII di UIN merintis pembentukan LDK di lingkungan UIN. Setelah periode kepemimpinan Ridwan, Fosma secara bertahap lebih didominasi kawan-kawan Tarbiyah (liqak) yang sangat tertutup, namun mereka mengaji secara terbuka di LDK Fosma.[]
Penulis
*) Sayed Muhammad Husen
Ketua Bidang Kaderisasi PW PII Aceh (1988-1990) dan Ketua Bidang Ekstern/Humas PW PII Aceh (1991-1992)
Komentar