Cut Meutia Pahlawan Wanita di Pecahan Rupiah

BANDA ACEH — Bank Indonesia (BI), Senin (19/12) resmi mengeluarkan mata uang rupiah baru yang dinamakan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri atas tujuh pecahan uang rupiah kertas dan empat pecahan uang rupiah logam. Pecahan uang rupiah tersebut juga dilengkapi dengan gambar 12 pahlawan nasional, satu di antaranya berasal dari Aceh yaitu Cut Meutia sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI pecahan Rp 1.000.
Data yang diperoleh Serambi dari BI Perwakilan Aceh, Cut Meutia menjadi pahlawan Aceh ketiga yang gambarnya terdapat pada pecahan uang rupiah kertas emisi 2016. Sebelumnya salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia yang melawan penjajah Belanda, Teuku Umar pernah diabadikan pada mata uang pecahan Rp 5.000 yang dicetak BI 1986. Selanjutnya pahlawan wanita Aceh yang juga istri Teuku Umar yaitu Cut Nyak Dhien juga muncul pada mata uang Rp 10.000 tahun cetak 1998.
Munculnya kembali pahlawan Aceh pada uang NKRI ini, maka menjadikan Cut Meutia sebagai pahlawan nasional wanita ketiga yang ada di pecahan uang rupiah. Sebab, selain Cut Nyak Dhien, BI pernah juga mengeluarkan pahlawan emansipasi wanita di Indonesia, RA Kartini yang gambarnya muncul di uang pecahan lima rupiah pada 1952 dan uang kertas Rp 10.000 yang dikeluarkan BI pada 1985.
Cut Meutia dilahirkan pada 1870 di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara. Ia adalah pahlawan nasional Indonesia dari Aceh yang sudah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.
Awalnya Cut Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Chik Tunong. Namun pada Maret 1905, Teuku Chik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Chik Tunong berpesan kepada sahabatnya, Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.
Cut Meutia kemudian menikah dengan Pang Nanggroe dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pang Nanggroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya meninggal pada 26 September 1910. Selanjutnya Cut Meutia bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara.
Namun, pada 24 Oktober 1910, Cut Meutia bersama pasukannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Cut Meutia gugur.
Kepala BI Perwakilan Aceh, Ahmad Farid yang ditanyai Serambi, Selasa (20/12) mengatakan latar belakang pemilihan 12 sosok pahlawan yang terdapat pada uang NKRI, termasuk Cut Meutia sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, telah diatur mengenai ciri-ciri uang yang akan dikeluarkan dan diedarkan oleh BI. Pada pasal 5 mengatur ciri umum uang kertas dan uang logam antara lain gambar lambang negara Garuda Pancasila, frasa Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia.
Selanjutnya di pasal 6, ciri rupiah tidak memuat gambar orang yang masih hidup, pasal 7 gambar pahlawan nasional dan/atau Presiden dicantumkan sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah yang dituangkan dalam Kepres. “Dari 168 pahlawan nasional saat ini, baru terdapat 18 pahlawan nasional yang telah dicantumkan dalam gambar utama uang rupiah. Gambar pahlawan nasional mempertimbangkan keterwakilan seluruh daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” jelasnya.
Sementara dasar hukum pemilihan ke-12 gambar pahlawan tersebut adalah pada 5 September 2016 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ahmad Farid juga menjelaskan mekanisme atau riset yang dilakukan dalam menentukan sosok pahlawan dalam rancangan uang NKRI, yaitu melalui Focus Group Discussion (FGD) bersama pemerintah, sejarawan, pakar, akademisi, tokoh masyarakat dengan metode tertentu menggunakan beberapa kriteria antaranya keterwakilan daerah atau provinsi, kontribusi dan lingkup perjuangan pahlawan, periode perjuangan, serta ketokohan dan akseptabilitas.
Seorang cicit dari Cut Meutia yang juga ahli warisnya, Teuku Zulfikar mendapat undangan dari Gubernur BI untuk menghadiri acara peresmian pengeluaran dan pengedaran uang rupiah tahun emisi 2016 di Function Room, Gedung Thamrin BI, Jakarta pada Senin (19/12). Saat dihubungi Serambi, Selasa (20/12) via telepon, Teuku Zulfikar mengaku masih di Jakarta.
Ia bersama anggota keluarga lainnya, mengaku bahagia dan bangga dengan dikeluarkannya gambar Cut Meutia di uang pecahan rupiah Rp 1.000. Teuku Zulfikar sendiri mengaku sebagai anak dari Teuku Johan yang merupakan anak dari Teuku Raja Sabi yang merupakan anak tunggal Cut Meutia dan Teuku Chik Tunong.
“Saya cicitnya dari garis keturunan Teuku Johan. Saya juga memiliki lima saudara lainnya, empat perempuan dan seorang saudara laki-laki bernama Teuku Ardiansyah,” kata Teuku Zulfikar.
Ia menyebutkan Teuku Raja Sabi pada istri pertama memiliki dua anak, yaitu Teuku Johan dan Teuku Ismail, namun Teuku Ismail meninggal saat kapal tenggelam di perairan Sabang. “Itu sudah sangat lama terjadi. Saya tidak ingat lagi tahunnya. Selanjutnya, pada istri kedua, Teuku Raja Sabi juga memiliki anak laki-laki bernama Teuku Rusli dan anak perempuan lainnya,” kata Teuku Zulfikar yang juga seorang PNS di Disnakermobduk Aceh.
Teuku Zulfikar mengaku dihubungi oleh pihak BI untuk meminta izin agar gambar Cut Meutia terdapat pada uang pecahan rupiah emisi tahun 2016. Selanjutnya dilakukan pertemuan dengan pemerintah Aceh untuk membahas lebih lanjut terkait hal tersebut.
Komentar