Pimpinan Dayah Tinggi Islam Samudera Pase, Baktiya Aceh Utara dan Pendiri Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah (STIES) Baktiya, Aceh Utara serta Dosen Siasah Syariyyah Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Tgk. Ajidar Matsyah, menjadi narasumber peHTem edisi Kamis, 1 Juni 2023 episode ke 82 Tahun ke 3 dengan tema: Pro dan Kontra Qanun LKS Benarkah BSI Akan Angkat Kaki dari Aceh? yang dipandu oleh host Siti Aminah, S.IP, M.MLS, Jangan lupa like share comment and subsribe.

Bumerang Kebijakan Ekonomi Ala Erdogan

AFPPresiden Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan sejumlah kebijakan ekonomi kontroversial yang menyebabkan inflasi Turki meroket selama beberapa waktu terakhir.
A A A

ACEHIMAGE.COM - Kebijakan ekonomi ala Presiden Recep Tayyip Erdogan nampaknya menjadi bumerang. Hal itu tercermin dari inflasi Turki yang meroket gila-gilaan hingga 61,14 persen pada Maret lalu. Inflasi ini merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Jika melihat ke belakang, Erdogan melakukan intervensi terhadap bank sentral. Mulai dari meminta agar tidak ada kenaikan suku bunga hingga mengganti gubenur bank sentral Naci Agbal.

Terkait dengan suku bunga, Erdogan mengutip ajaran Islam guna membenarkan keputusannya tak menaikkan suku bunga demi menstabilkan mata uang.

Sementara itu, keputusan Erdogan untuk mencopot Agbal hanya empat bulan menjabat sebagai gubernur bank sentral, mengakibatkan penjualan mata uang lira rontok secara berjamaah.

Sebelum Agbal, Erdogan sudah mengganti empat gubernur bank sentral. Kebijakan itu diyakini 'melukai' kredibilitas moneter Turki. Selain itu, kebijakan itu juga membuat lira tertekan sehingga mendorong inflasi lewat aktivitas impor.

Tak hanya itu, pada Januari 2022, Erdogan mengganti kepala badan statistik Turki lantaran dirinya tidak senang dengan laporan inflasi yang disampaikan oleh badan statistik tersebut.

Pemimpin Turki itu juga menolak gagasan bahwa inflasi harus diperangi dengan menaikkan suku bunga utama, yang dia yakini menyebabkan harga tumbuh lebih tinggi, kebalikan dari pemikiran ekonomi konvensional.

Pada Februari, Erdogan memutuskan untuk memangkas pajak pertambahan nilai (PPN) dari 8 persen menjadi 1 persen untuk pembelian makanan. Selain memberikan diskon pajak, dia juga meminta para perusahaan makanan menurunkan harga jual sebesar 7 persen.

Menurutnya, hal tersebut berperan penting dalam menjaga inflasi.

Namun, lagi-lagi, inflasi di Turki masih tetap tinggi. Berbagai kritik menyebutkan bahwa inflasi tinggi yang dialami Turki disebabkan karena keputusannya untuk menekan suku bunga.

Adapun, selain karena kebijakan Erdogan, inflasi di Turki juga dipicu oleh perang antara Rusia dan Ukraina. Sebab, harga sejumlah bahan pangan dan bahan bakar melonjak.

Negara itu mengimpor hampir seluruh kebutuhan energinya. Badan Statistik Turki mencatat harga konsumen naik 5,46 persen untuk periode bulanan pada Maret lalu. Realisasi tersebut lebih rendah dari proyeksi pasar yang mencapai 5,7 persen.

Sementara, indeks harga produsen naik 9,19 persen secara bulanan pada Maret, sehingga kenaikan tahunan mencapai 114,97 persen. Kelompok transportasi memimpin kenaikan sebesar 99,12 persen, diikuti oleh harga makanan dan minuman non alkohol sebesar 70,33 persen dan harga mebel sebesar 69,26 persen.[]

Rubrik:DUNIA

Komentar

Loading...